KACAU, Uang LPD di Densel Ini Dikuras Pengurus, Bendahara Saja Ambil 1,6 M, Ketuanya Berapa?

 KACAU, Uang LPD di Densel Ini Dikuras Pengurus, Bendahara Saja Ambil 1,6 M, Ketuanya Berapa?

HUKUMAN BERAT MENANTI-Jendra dan Suanita Yanti didakwa mengeruk uang LPD Serangan, Densel semasa menjadi pengurus.

DENPASAR, NETIZENINDONESIA-Pengelolaan keuangan di Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Desa Adat Serangan, Denpasar Selatan benar-benar kacau. Bagaimana tidak, rencana kerja tidak ada. Pecatatan buku keuangan tidak beres. Catatan keluar masuk uang ada namun uangnya tidak ada. Itu masih ditambah dengan tidak adanya pertanggungjawaban secara jelas tiap tahun buku. Lantas kemana hilangnya uang miliaran rupiah yang ada di LPD.

Itu semua terungkap dalam sidang di Pengadilan Tipikor Denpasar, Selasa (1/11/2022). Saking bobroknya manajemen keuangan LPD, hakim ketua Gde Putera Astawa sampai menyebut kacau sekali. “Uangnya habis dirampok pengurus ya,”sebut hakim Astawa.

Mantan Ketua LPD I Wayan Jendra menyatakan laporan ada. Buku keuangan trasaksi nasabah ada. Tapi setelah didesak jaksa Made Mahendra Iswara tidak bisa menjelaskan. Dia hanya bisa menggunakan jurus tidak tahu. Katanya catatan keuangan diserahkan pada bendahara LPD Ni Wayan Sunita Yanti. Pun demikian, Jendra mengaku ada kredit fiktif di LPD yang dipimpinnya hingga mengakibatkan lembaga keuangan milik desa adat itu kolaps. “Rugi digaji 4 juta lebih tidak tahu apa-apa,”sebut jaksa Iswara kesal.

Lucunya lagi, Jendra mengaku tidak tahu besaran bunga kredit dan bunga deposito. “Loo saudara kan ketua, masak gak tahu nilai bunganya berapa,”Tanya jaksa dengan nada tinggi.

Sementara Sunita Yanti mengakui terus terang adanya kredit macet 3,7 miliar sesuai audit. Padahal, kredit macet sebenarnya 4,3 miliar karena sebanyak 1,8 miliar lolos dari temuan. Pada waktu diketahui adanya kredit macet tersebut, pihak pengurus berusaha menghilangkan jejak dengan cara membuat catatan keuangan abal-abal. Artinya, antara laporan tertulis di buku keuangan dengan fakta sebenarnya berbeda. “Hanya catatan saja, uangnya tidak ada,”sebut jaksa. Terdakwa mengakui juga untuk menghilangkan jejak itu, dibuatkan catatan adanya kredit, namun fiktif sebanyak 17.

Dari uang 3,7 miliar yang lenyap, terdakwa sendiri mengakui mengambil untuk pribadi sebanyak 1,6 miliar. Uang itu dimasukkan dalam tabungan suaminya dengan maksut untuk mengaburkannnya. Setelah uang masuk ke rekening suami, terdakwa lantas mengambilnya lagi untuk kepentingan pribadi. Ada juga uang bagian temannya yang besarnya sama. “Kalau saya dengan tiga teman nilainya sama, sedangkan Pak Jendra saya tidak tahu berapa yang diambil,”ujar saksi sambil menangis.

Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, Jendra dan Sunita Yanti terancam hukuman berat. Keduanya didakwa primair melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) UU RI No. 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Jis. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jis. Pasal 64 ayat (1) KUHP. Dakwaan subsidair Pasal 3 Jo. Pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) UU RI No. 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Jis. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jis. Pasal 64 ayat (1) KUHP. (ais)

Related post

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *